Rabu, 09 Februari 2011

Terumbu Karang

  1
BIOLOGI TERUMBU KARANG1

Silvianita Timotius, M.Si
2




TERUMBU KARANG DAN KARANG

Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang
dihasilkan terutama oleh hew an karang. Karang adalah hew an tak bertulang belakang yang
termasuk dalam Filum Coelenterata (hew an berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai
karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas
Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Lebih lanjut dalam makalah ini pembahasan lebih
menekankan pada karang sejati (Scleractinia).

Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang
sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang pada
umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang
soliter.


ANATOMI  KARANG

Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh
terdiri dari
1.  mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi
untuk menangkap mangsa dari perairan serta
sebagai alat pertahanan diri.
2.  rongga tubuh (coelenteron) yang juga
merupakan saluran pencernaan
(gastrovascular)
3.  dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan
endodermis yang lebih umum disebut
gastrodermis karena berbatasan dengan
saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan
terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel,
serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan
menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa
kalsium karbonat (kapur).

Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari kelompok
Dinof lagelata, dengan w arna coklat atau coklat kekuning-kuningan. 

Mengapa zooxanthellae ada dalam tubuh karang, kemudian apa perannya serta bentuk
hubungan seperti apa yang ada antara karang dan zoox akan dibahas lebih lanjut pada bagian
Asosiasi Zooxanthellae dengan karang.

                                    
1
 Makalah Trining Course: Karekteristik Biologi Karang, 7-12 Juli  2003
2
 Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi)
Gambar 1. Anatomi polip karang   2

Gambar 2. Lapisan tubuh karang dengan sel penyengat dan zooxanthellae di dalamnya. 
Tampak sel penyengat dalam kondisi tidak aktif dengan yang sedang aktif

Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif  dijulurkan pada
malam hari, saat karang mencari mangsa, sementara di siang hari tentekel ditarik masuk ke
dalam rangka. Bagaimana karang dapat menangkap mangsanya?

Di ektodermis tentakel terdapat sel penyengatnya (knidoblas) , yang merupakan ciri khas
semua hew an Cnidaria. Knidoblas dilengkapi alat penyengat (nematosita) beserta racun di
dalamnya. Sel penyengat bila sedang tidak digunakan akan berada dalam kondisi tidak aktif ,
dan alat sengat berada di dalam sel. Bila ada zooplankton atau hew an lain yang akan
ditangkap, maka alat penyengat dan racun akan dikeluarkan. 


CARA MAKAN

Karang memiliki dua cara untuk mendapatkan makan, yaitu
1.  Menangkap zooplankton yang melayang dalam air. 
2.  Menerima hasil fotosintesis zooxanthellae. 

Ada pendapat para ahli yang mengatakan bahw a hasil fotosintesis zooxanthellae yang
dimanfaatkan oleh karang, jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan proses respirasi
karang tersebut (Muller-Parker & D’Elia 2001). Sebagian ahli lagi mengatakan sumber
makanan karang 75-99% berasal dari zooxanthellae (Tucket & Tucket 2002).

Ada dua mekanisme bagaimana mangsa yang ditangkap karang dapat mencapai mulut:
1.  Mangsa ditangkap lalu tentakel membaw a mangsa ke mulut
2.  Mangsa ditangkap lalu terbaw a ke mulut oleh gerakan silia di sepanjang tentakel 

ASOSIASI  KARANG DENGAN ZOOXANTHELLAE

Zooxanthellae adalah alga dari kelompok Dinof lagellata yang bersimbiosis pada hew an, seperti
karang, anemon, moluska dan lainnya. Sebagian besar zooxanthella berasal dari genus
Symbiodinium. Jumlah zooxanthellae pada karang diperkirakan > 1 juta sel/cm2
 permukaan
karang, ada yang mengatakan antara 1-5 juta sel/cm2
. Meski dapat hidup tidak terikat induk,
sebagian besar zooxanthellae melakukan simbiosis

Dalam asosiasi ini, karang mendapatkan sejumlah keuntungan berupa
1.  Hasil fotosintesis, seperti gula, asam amino, dan oksigen
2.  Mempercepat proses kalsif ikasi yang menurut Johnston terjadi melalui skema:
—  Fotosintesis akan menaikkan PH dan menyediakan ion karbonat lebih banyak
—  Dengan pengambilan ion P untuk fotosintesis, berarti zooxanthellae telah
menyingkirkan inhibitor kalsif ikasi.

Ektodermis dengan
sel penyengat
mesoglea
Gastrodermis
dengan
zooxanthellae di
dalamnya
The Barrief  Reefs. A Guide To The World of  Corals   3
Bagi zooxanthellae, karang adalah habitat yang baik karena merupakan pensuplai terbesar zat
anorganik untuk fotosintesis. Sebagai contoh Bytell menemukan bahw a untuk zooxanthellae
dalam Acropora palmata  suplai nitrogen anorganik, 70% didapat dari karang (lihat Tomascik et
al. 1997). Anorganik itu merupakan sisa metabolisme karang dan hanya sebagian kecil
anorganik diambil dari perairan.

Bagaimana zooxanthellae dapat berada dalam karang, terjadi melalui beberapa mekanisme
terkait dengan reproduksi karang. Dari reproduksi secara seksual, karang akan mendapatkan
zooxanthellae langsung dari induk atau secara tidak langsung dari lingkungan. Sementara
dalam reproduksi aseksual, zooxanthellae akan langsung dipindahkan ke koloni baru atau ikut
bersama potongan koloni karang yang lepas. Mekanisme reproduksi lebih lanjut dijelaskan
pada bagian selanjutnya.

 
REPRODUKSI  & PERTUMBUHAN KARANG

Seperti hew an lain, karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual dan seksual.

™  Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan
(sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni karang
membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau
rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada pembentukan koloni baru
™  Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum
(fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga
melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian
pertumbuhan dan pematangan).

Reproduksi Aseksual

ASEKSUAL Dalam membahas reproduksi aseksual, perlu dipisahkan antara pertumbuhan
koloni dengan pembentukan koloni baru
Pertunasan Terdiri dari:
™  Intratentakular yaitu satu polip membelah
menjadi  2 pol ip;  jadi  pol ip baru tumbuh dari
polip lama 
™  Ekstratentakular yaitu polip baru tumbuh di
antara polip-polip lain
 
™ Jika polip dan
jaringan baru tetap
melekat pada koloni
induk, ini disebut
pertambahan ukuran
koloni.
™ jika polip atau tunas
lepas dari  koloni
induk dan
membentuk koloni
baru,  ini  baru disebut
reproduksi aseksual  
Fragmentasi  Koloni baru terbentuk oleh patahan karang.
Terjadi terutama pada karang bercabang, karena
cabang mudah sekali patah oleh faktor fisik (seperti
ombak atau badai) atau faktor biologi (predasi oleh
ikan). Patahan (koloni) karang yang lepas dari koloni
induk, dapat saja menempel kembali di dasaran dan
membentuk tunas serta koloni baru.

Hal itu hanya dapat
terjadi jika patahan
karang masih memiliki
jaringan hidup   4
Polip bailout  Polip baru terbentuk karena tumbuhnya jaringan yang
keluar dari karang mati.
Pada karang yang mati, kadang kala jaringan-jaringan
yang masih hidup dapat meninggalkan skeletonnya
untuk kemudian terbawa air. Jika kemudian
menemukan dasaran yang sesuai, jaringan tersebut
akan melekat dan tumbuh menjadi koloni baru

Partenogenesis  Larva tumbuh dari telur yang tidak mengalami
fertilisasi



Reproduksi Seksual

Karang memiliki mekanisme reproduksi seksual yang beragam yang didasari oleh penghasil
gamet dan fertilisasi. Keragaman itu meliputi: 

A.  Berdasar individu penghasil gamet, karang dapat dikategorikan bersifat:
1. Gonokoris
Dalam satu jenis (spesies), telur dan sperma dihasilkan oleh individu yang berbeda. Jadi
ada karang jantan dan karang betina
Contoh: dijumpai pada genus Pori tes dan Galaxea
2. Hermaf rodit
bila telur dan sperma dihasilkan dalam satu polip. Karang yang hermaf rodit juga kerap
kali  memiliki w aktu kematangan seksual yang berbeda, yaitu 
•  Hermaf rodit yang simultan Æ menghasilkan telur dan sperma pada w aktu
bersamaan dalam kesatuan sperma dan telur (egg-sperm packets). Meski
dalam satu paket, telur baru akan dibuahi 10-40 menit kemudian yaitu setelah
telur dan sperma berpisah. 
Contoh: jenis dari kelompok Acroporidae, favidae
•  Hermaf rodit yang berurutan, ada dua kemungkinan yaitu 
—  individu karang tersebut berfungsi sebagai jantan baru, menghasilkan
sperma  untuk kemudian menjadi betina (protandri), atau
—  jadi betina dulu, menghasilkan telur setelah itu menjadi jantan
(protogini)
Contoh: Stylophora pistillata dan Goniastrea favulus
Meski dijumpai kedua tipe di atas, sebagian besar karang bersifat gonokoris

B.  Berdasar mekanisme pertemuan telur dan sperma
1.  Brooding/planulator 
Telur dan sperma yang dihasilkan, tidak dilepaskan ke kolom air sehingga fertilisasi
secara internal. Zigot berkembang menjadi larva planula di dalam polip, untuk kemudian
planula dilepaskan ke air. Planula ini langsung memiliki kemampun untuk melekat di
dasar perairan untuk melanjutkan proses pertumbuhan. 
Contoh: Poci l lopora damicornis dan Stylophora

2. Spawning
Melepas telur dan sperma ke air sehingga fertilisasi secara eksternal. Pada tipe ini
pembuahan telur terjadi setelah beberapa jam berada di air. 
Contoh: pada genus Favia

Dari sebagian besar jenis karang yang telah dipelajari proses reproduksinya, 85% di antaranya
menunjukkan mekanisme spawning. Waktu pelepasan telur secara massal, berbeda w aktu
tergantung kondisi lingkungan, sebagai contoh:
—  Richmond dan Hunter menemukan bahw a di Guam, Micronesia: puncak spawning terjadi
7-10 hari setelah bulan purnama bulan Juli (Richmond 1991)   5
—  Kenyon menemukan spawning di Kepulauan Palau terjadi selama beberapa bulan, yaitu
Maret, April dan Mei (Richmond 1991)





Siklus reproduksi karang secara umum adalah sebagai berikut:
Telur & spema dilepaskan ke kolom air (a) Æ fertilisasi menjadi zigot terjadi di permukaan
air (b) Æ zygot berkembang menjadi larva planula yang kemudian mengikuti pergerakan
air . Bila menemukan dasaran yang sesuai, maka planula akan menempel di dasar (c) Æ
planula akan tumbuh menjadi polip (d) Æ terjadi  kalsifikasi (e) Æ membentuk koloni
karang (f ) namun karang soliter tidak akan membentuk koloni

Baik reproduksi secara seksual maupun secara aseksual dijalankan oleh karang tentunya untuk
tujuan mempertahankan keberadaan spesiesnya di alam. Keduanya memiliki kelebihan dan
kekurangan sehingga kedua metode tersebut saling melengkapi. Berikut adalah perbandingan
reproduksi aseksual dan seksual dipandang dari sisi ketahanan dan adaptasi terhadap
lingkungan.



PERTUMBUHAN & AKRESI 

1. Penempelan (recruitment/settlement)  
Aspek  Reproduksi aseksual  Reproduksi seksual
Waktu pembentukan
anakan
Mwmbutuhkan waktu yang singkat   Membutuhkan waktu dan proses
lebih panjang
Kemampuan adaptasi
terhadap perubahan
lingkungan
Lebih rendah (karena identik
dengan induk/tidak ada variasi
genetik)
Lebih tinggi (karena adanya variasi
genetik)
Penyebaran  Terbatas (dekat dengan induk)  Bisa sangat jauh (puluhan atau
ratusan meter dari induk)
Terekspos polutan  kemungkinan lebih kecil karena
pembentukan anakan lebih cepat 
memungkinkan terekspos polutan
bila air terpolusi karena adanya jeda
waktu antara pelepasan gamet
dengan fertilisasi 
a  b
f  e
d
c
Gambar 3. Siklus Reproduksi Seksual Karang   6
Larva planula akan dapat melanjutkan ke tahap penempelan pada dasar perairan bila kondisi
substrat mendukung seperti:
—  cukup kokoh 
—  tidak ditumbuhi alga
—  Arus cukup untuk adanya makanan 
—  penetrasi cahaya cukup agar zoox bisa tumbuh
—  sedimentasi rendah 

2. Karang muda
Kemampuan karang muda untuk terus hidup memang sangat tergantung pada kondisi
substrat, sebagai contoh:
o  Karang akan tumbuh lebih baik di substrat yang padat
o  karang lebih mampu bertahan hidup bila posisi substrat vertikal daripada horisontal
o  karang akan tumbuh lebih cepat di tempat dangkal tapi yang lebih survive di perairan
yang sedikit lebih dalam.

3. Kematangan seksual
Dipengaruhi oleh berbagai hal seperti
a.  Perubahan kondisi lingkungan ke arah lebih buruk mengganggu proses kematangan
seksual, misalnya 
o Sedimentasi Æ energi karang akan terkuras untuk membersihkan polip sehingga
kematangan seksual terhambat
o  Pestisida dari pertanian Æ menurunkan penempelan dan metamorfosis
o Tumpahan minyak Æ mengecilkan ukuran gamet
o  Polusi oleh minyak Æ menghentikan proses pembentukan larva pada brooding
spesies.
b. Pada Goniastrea favulus, Kojis dan Quinn menemukan jika ada luka dan perlu energi
memperbaiki jaringan, maka kemampuan reproduksinya akan turun (l ihat Richmond
2001)
c.  Bentuk koloni: 
•  Karang yang bentuk koloninya besar seperti Lobophyllia corymbosa, ukuran
polip akan berperan dalam kematangan seksual (lebih cepat)
•  Karang cabang, seperti Poci l lopora dan Acropora butuh 2-3 tahun untuk
matang seksual
•  Massive seperti Pori tes butuh 4-7 tahun

4. Pertumbuhan koloni dan terumbu

Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. 
•  Faktor abiotik dapat berupa intensitas cahaya, lama penyinaran, suhu, nutrisi, dan
sedimentasi. Connel dalam percobaannya menemukan bahw a jumlah atau lama
penyinaran adalah faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan karang (l ihat
Wood 1983). Karang memiliki kemampuan hidup dalam perairan miskin nutrien dan
mampu beradaptasi terhadap kenaikan nutrien yang bersifat periodik, seperti runoff.
Karang tidak dapat beradaptasi terhadap kenaikan nutrien secara mendadak dalam
jumlah besar. 
•  Faktor biotik meliputi predasi, kompetisi, agresi karang lain, dan lainnya.

5. Kalsif ikasi 

Kalsif ikasi adalah adalah proses yang menghasilkan kapur dan pembentukan rangka karang. 
—  Kapur dihasilkan dalam reaksi yang terjadi dalam ektodermis karang. 
—  Reaksi pembentukan deposit kapur, mensyaratkan tersedianya ion kalsium dan ion
karbonat. Ion kalsium tersedia dalam perairan yang berasal dari pengikisan batuan
di darat. Ion karbonat berasal dari pemecahan asam karbonat.    7
Kalsium karbonat yang terbentuk kemudian membentuk endapan menjadi rangka
hew an karang. Sementara itu, karbondioksida akan diambil oleh zooxanthellae
untuk fotosintesis. Pengambilan atau pemanfaatan karbon (CO2) dalam jumlah
yang sangat besar untuk keperluan kalsif ikasi yang kemudian menghasilkan
terumbu karang sebaran vertikal dan horisontal yang amat luas, menjadikan
terumbu karang sebagai CARBON SINK. 













—  Kalsif ikasi dipengaruhi oleh fotosintesis zooxanthellae dan hasilnya. Sebagai contoh
Pearse dan Muscatine menggunakan senyaw a radioaktif  untuk menelusuri hasil
fotosintesis. Hasilnya menunjukkan bahw a hasil fotosintesis banyak di ujung-ujung
cabang (l ihat Wood 1983). Hasil fotosintesis menunjang pertumbuhan cabang
—  Kenaikan nutrien akan menurunkan kalsif ikasi karena terjadi peningkatan fosfat.

6. Akresi

Akresi adalah pertumbuhan koloni dan terumbu ke arah vertikal maupun horisontal. Karang
melalui reproduksi aseksualnya menghasilkan karang-karang baru yang berhubungan satu
dengan lainnya. Karang-karang tersebut  membentuk koloni, yang  kemudian tumbuh
menjadi bentuk yang khas. Ragam bentuk pertumbuhan koloni tersebut meliputi:




















a. Bercabang
Koloni ini tumbuh ke arah vertikal maupun horisontal, dengan arah vertikal lebih
dominan. Percabangan dapat memanjang atau melebar, sementara bentuk cabang
dapat halus atau tebal. Karang bercabang memiliki tingkat pertumbuhan yang paling
cepat, yaitu bisa mencapai 20 cm/tahun. Bentuk koloni seperti ini, banyak terdapat di
CO2 + H2O ⇔ H2CO3 ⇔ H++ HCO3-
⇔ 2H++ CO32-Ca2++ 2HCO3-
⇔ CaCO3 + CO2 + H2O

Jadi endapan
Diambil dari perairan
Branching
(bercabang)
Massive
(padat)
Foliose
(lembaran)
Tabulate
(meja)
Gambar 4. Bentuk-bentuk Koloni Karang   8
sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng, terutama yang terlindungi atau
setengah terbuka.

b. Padat 
Pertumbuhan koloni lebih dominan ke arah horisontal daripada vertikal. Karang ini
memiliki permukaan yang halus dan padat; bentuk yang bervariasi, seperti setengah
bola, bongkahan batu, dan lainnya; dengan ukuran yang juga beragam. Dengan
pertumbuhan < 1 cm/tahun, koloni tergolong paling lambat tumbuh. Meski demikian, di
alam banyak dijumpai karang ini dengan ukuran yang sangat besar. Umumnya
ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu.  

c. Lembaran
Pertumbuhan koloni terutama ke arah horisontal, dengan bentuk lembaran yang pipih.
Umumnya terdapat di lereng terumbu dan daerah terlindung. Dijumpai di perairan 

d. Seperti meja
bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang
dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau
datar.


Koloni karang akan tumbuh terus tumbuh membentuk terumbu. Ada beberapa macam bentuk
terumbu berdasar  Teori Penenggelaman (Subsidence Theory) oleh Charles Darw in (1842),
yaitu terumbu tepi, terumbu penghalang, dan atol. Masing-masing dapat dijelaskan secara
singkat sebagai berikut:

a.  Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat di sepanjang
pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter.  Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan
ke arah laut terbuka.
b.  Terumbu karang penghalang (Barrier Reefs), berada jauh dari pantai yang dipisahkan
oleh goba (lagoon) dengan kedalaman 40 – 70 meter.  Umumnya terumbu karang ini
memanjang menyusuri pantai. 
c.  Atol (atolls), yang merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul
dari perairan yang dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki
terumbu gobah atau terumbu petak.

7. Bioerosi
Proses biologi yang bersifat merusak struktur terumbu karang umumnya disebut bioerosi.
Sementara itu Choat secara sederhana mendef inisikan bioerosi sebagai penghilangan
CaCO3 dari terumbu atau dari koloni karang oleh proses-proses biologi (l ihat Tomascik et al.
1997). Organisme yang melalui aktivitasnya  menyebabkan rangka kapur karang-karang
pembentuk terumbu mengalami erosi dan melemah disebut bioeroder.

Berdasar lokasi organisme itu berada dalam substrat kapur, bioeroder dapat dikelompokkan
menjadi: Epilit (hidup di permukaan); kasmolit (dalam lubang dan celah); serta endolit (dalam
rangka). Kelompok bioeroder tersebut mencakup
—  Microborer: alga, jamur dan bakteri
Kelompok ini berperan sebagai pionir proses bioerosi, yang kemudian diikuti oleh
macroborer. Erosi yang diakibatkan terjadi di permukaan maupun hingga ke bagian
dalam rangka terumbu. Bakteri mampu mencerna matriks organik kapur dan
menyebabkan bioerosi bagian dalam. Jamur dengan senyaw a kimia yang
dihasilkan dapat menggores permukaan karang, melunakkan, dan merusak kapur

—  Macroborer: spon (Clionidae dan Spirastrellidae); gastropoda (Lithophaga);
barnakel (Lithotrya); Sipunkulus; Polychaeta (Eunicidae).   9
Spon Clionid adalah pembor yang paling umum sekaligus endolit paling merusak
terumbu karang di dunia (Glynn 2001). Contoh di Atlantik Barat, Cl iona carribaea
dapat sangat melimpah sehingga membentuk area coklat beberapa meter
panjangnya yang mematikan karang. 
Clionidae, di Indonesia dikenal dua genus, Cl iona dan Cl iothosa sementara
Spirastrellidae dengan genus Spirestrella dan Diplastrea. Genus Aka adalah
pembor yang umum, yang menghasilkan senyaw a siphonodictine yang
menghambat pertumbuhan polip karang. Contoh di Sulaw esi Utara, Aka bahkan
membentuk banyak “cerobong” hingga di atas permukaan Porites lobata (Tomascik
et al.  2001).
Lithopaga membuat lubang dan terow ongan pada beberapa karang massive
seperti Porites, Favia, Favites, dan Goniastrea.  Ia membor karang hidup maupun
mati dengan menghasilkan asam untuk melunakkan kapur dan menetap di dalam
karang. Hew an ini membor dengan kedalaman 1-10 cm. Scoot menemukan di
Pasif ik Timur kepadatannya antara 500-10.000 individu/m2
 (l ihat Glynn 2001).
Genus ini juga umum di Indonesia (Tomascik et al. 2001).

—  Grazer: Scaridae (ikan kakatua); Ketam kelapa (hermit crab); limpet (Acmaea); bulu
babi (Diadema); Chiton.


Dampak bioerosi
—  Sedang Æ dampak erosi atau perubahan yang diakibatkan tidak terlalu
mempengaruhi keseluruhan rangka
—  Besar Æ erosi ini menyebabkan kematian karang dalam luasan yang besar.

Di Pasif ik Barat Æ setelah kematian terumbu akibat pemangsaan Acanthaster planci, karang
mengalami bioerosi dan sebagai akibat disebutkan kanopi dari Acropora menjadi
rusak yaitu struktur 3 dimensinya hilang. Akibat lanjutan yang terjadi, mikrohabitat
ikan juga hilang.


Contoh perubahan kondisi lingkungan yang mengarah pada bioerosi terumbu karang dan
perubahan struktur terumbu karang. Perubahan dicontohkan disebabkan oleh beberapa
aspek.

ENSO dan  bioerosi oleh echinoid. Di Pasif ik Timur (Kepulauan Galapagos) tahun 1982-
1983 terjadi bencana El Nino yang mengakibatkan kematian karang dan penempelan karang
baru juga rendah. Bioerosi dilakukan oleh echinoid sehingga karang patah-patah, menjadi
potongan-potongan kecil (rubble) lalu sedimen.

   Panama  Galapagos
Produksi CaCO3 10 kg/m2/tahun  < ENSO
Populasi echinoid
Diadema Æ 3
individu/m2

EucidarisÆ 5
individu/m2

ENSO 1982-
1983
Kematian karang   50-99 % & recruitment sangat rendah
Populasi echinoid  80 ind./m2
 30 ind./m2

10-30 gr berat
kering/m2
/hari
50-100 gr berat
kering/m2
/hari
Setelah
ENSO
Eros i CaCO3 
10-20 kg/m2
/tahun

20-40 kg/m2
/tahun


   10
Ledakan Populasi Achantaster planci   di Kepulauan Iriomote, Jepang membaw a dampak
kematian karang dan bioerosi karang dan struktur terumbu. 

1981-1982 Akhir 1982  1984  1986
Ledakan
populasi
Membunuh karang
di area studi dengan
kisaran sangat luas
Akibat erosi dan arus
Æ kanopi (bagian
atas) Acropora hancur
Erosi berlanjut hingga
semua karang sudah
patah-patah dan berubah
menjadi rataan potongan
karang.


Penangkapan ikan berlebih terjadi di Karibia dan lepas pantai Kenyan, Samudra Hindia
Kondisi umum:  Populasi Echinometra mathaei dijaga oleh adanya predator, kelompok ikan
finfish. Penangkapan berlebih terhadap finfish menyebabkan populasi ikan predator berkurang,
sebaliknya populasi Echinometra mathaei meningkat.  Fenomena tersebut akhirnya memberi
dampak turunan ke lingkungan, termasuk di dalamnya terumbu karang.














8.  Interaksi dengan organisme lain
—  Pemakan karang (Predasi)
1.  Ikan-ikan famili Chaetodontidae (kepe-kepe), Balistidae (triggerf ish),
Tetraodontidae (puf fer= ikan buntal) 
2.  Acanthaster planci yang jumlah normal adalah 2-3 individu dalam beberapa ratus
meter terumbu. Beberapa kasus yang pernah terjadi:
—  Di Guam, serangan hew an ini menyebabkan 90% terumbu karang sepanjang 38
km rusak dalam w aktu 2,5 tahun
—  Di Great Barrier Reef , terumbu seluas 8 km2
 rusak hanya dalam 12 bulan.
Ledakan hew an ini terjadi karena predatornya, Charonia tritonis, diambil dan
dijual sebagai hiasan serta runoff  yang menyebabkan peningkatan nutrisi.



—  Kompetitor karang (Kompetisi)
1.  perebutan substrat antara karang dengan alga, misalnya turf  alga 
2.  antar koloni karang, misalnya salah satu spesies dari genus Galaxea termasuk
yang paling agresif 


ORGANISME DI  TERUMBU KARANG

TUMBUHAN
—  Alga
—  Lamun

Ter jadi penangkapan
 ikan berlebih
populasi Echinometra mathaei
(bioeroder substrat )↑↑  
—  Tutupan karang hidup ↓↓
—  Alga berkapur  ↓
—  Keragaman substrat dan topografi ↓
Substrat didominasi
oleh turf alga
Produksi 
perikanan ↓↓
BIOEROSI ↑ ↑   11
HEWAN, dapat berasal dari kelompok: 
—  Invertebrata
1. Protozoa
2. Porifera
3. Cnidaria lain
4.  Platyhelminthes & Annelida
5. Moluska
6. Krustasea
7. Echinodermata
—  Vertebrata
1. Ikan
2. reptil
3.  mamal ia

ASOSIASI 
Organisme yang tinggal atau memiliki aktivitas di terumbu karang, memilliki interaksi baik
antara spesies satu dengan spesies lain, bahkan dalam satu spesies.

Asosiasi organisme berbeda spesies
Simbiosis adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda jenis. Hubungan itu dapat
dalam kategori
1. Mutualisme Æ simbiosis dengan kedua simbion mendapat keuntungan, contoh:
—  Ikan dokter (Labridae) dan penyu. Ikan memakan parasit yang menempel pada
punggung penyu.
—  Shrimp goby (Amblyeleotris gymnocephala) dengan udang (Alpheus sp) yang
obligat mutualisme. 
2. Komensalisme Æ simbiosis bila salah satu mendapat keuntungan sementara yang
lain tidak untung juga tidak rugi, contoh
—  Krustasea, moluska, cacing yang tinggal pada gorgonian dan crinoid. Ketiga
kelompok hew an disebut sebelumnya mendapat tempat tinggal dan
perlindungan dari musuh, sementara gorgonian tidak mendapat sesuatu, juga
tidak kehilangan
—  Kuda laut dengan lamun

3. Parasit Æ simbiosis dengan satu pihak mendapat untung, sementara pihak lain
mendapat kerugian, sebagai contoh 
—  Hew an pembor karang dengan karang sebagai inang
—  Copepoda (krustasea) parasit pada ikan gobi (Pleurosicya boldninghi)

Interaksi dalam satu spesies
Schoal ing dan school ing pada ikan. Schoal ing adalah sekelompok ikan dalam satu spesies
yang secara bersama-sama mencari makan, migrasi, bertelur, atau istirahat. Anggota
kelompok memiliki bentuk, ukuran atau status sosial yang tidak mesti sama juga  tidak
punya pola pergerakan yang sama. Sementara school ing anggota memiliki status sosial
yang sama dan bergerak dalam satu koordinasi.




Interaksi yang memberi pengaruh langsung dan tidak langsung pada terumbu karang
 
Fenomena meledaknya populasi Echinometra mathaei

Kondisi normal:
—  Distribusi di Indopasif ik (Af rika timur-Laut Merah-Haw ai)   12
—  Habitat lubang atau celah-celah dasaran  reef  crest di perairan dangkal sehingga
memiliki perilaku bersembunyi  dan cenderung menghindari kompetitor
—  Pakannya adalah alga encrusting dan yang menempel di sekitar lubang mereka

Ledakan populasi di Kenya:
Populasi  E. mathei meningkat 2-3 kalil lipat normal menjadi 13 individu/m2
Penyebabnya adalah Populasi predator hew an ini (ikan Balistidae & Wrasse) menurun.
Sayangnya tidak dijelaskan lebih lanjut penyebab penurunan populasi predator.

Akibat langsung kenaikan populasi tersebut:
—  Biomassa alga naik sementara tutupan turf alga (komunitas beberapa spesies alga
berbentuk f ilamen berukuran ≤10mm) meningkat
—  TUTUPAN TERUMBU KARANG MENURUN
—  Bioerosi meningkat
—  Keragaman jenis benti menurun

Akibat lanjutan:
—  Tutupan spon meningkat
—  Populasi ikan herbivor menurun
—  Hew an ini jadi mampu berkompetisi dengan herbivor lain
—  Mulai menghuni area terumbu karang yang terbuka
—  Perilaku yang cenderung menghindari kompetitor berkurang
—  Memakan alga tidak lagi hanya di sekitar lubang tetapi dengan cakupan yang
meluas di area terumbu karang



PENTINGNYA MEMAHAMI PERAN SATU SPESIES DALAM SUATU EKOSISTEM

Mengambil contoh bulu babi Diadema antillarum.  Secara umum orang akan beranggapan
kehadiran hew an ini hanya mengganggu, terutama bagi penyelam pemula atau orang-
orang yang beraktivitas di sekitar pantai. Kehadirannya dianggap tidak ada kegunaan.
Cir i: 
1.  Herbivor pemakan turf  alga, namun dalam kondisi tidak ada makanan, memangsa
karang
2.  Di siang hari hew an ini bersembunyi di lubang-lubang atau celah-celah karang,
sementara aktif  mencari makan di malam hari 
3.  Predator hew an ini misalnya Bal istidae vetula (ikan famili Balistidae) sebagai predator
utama di kepulauan Virginia, kemudian Labridae, dan Cassis tuberosa.

Kemat ian mas al
’  Terjadi di tahun 1983-1984 di Pasif ik Barat
’  dimulai dari Panama di aw al Januari 1983 kemudian terjadi kematian masal
’  kematian menyebar ke Karibia, Teluk Meksiko, Bahama, Bermuda dengan
tingkat kematian 93-100%

Penyebab: tidak diketahui dengan jelas, namun diduga karena penyakit yang disebabkan oleh
bakteri.

Dampak kematian bulu babi terhadap ekosistem:
1. Biomassa alga
’  Di St. Croix: Biomassa alga meningkat 27% Æ 5 hari setelah kematian bulu
babi, kemudian meningkat pesat menjadi 400-500% dari kondisi aw al
’  Di Jamaica: Biomassa alga naik 31-50% dalam dua minggu, dan setelah
setahun menjadi lebih dari 65%
2. Komposisi alga   13
’  Sebelum kematian : didominasi oleh turf  algae dan crustose algae
’  Setelah kematian: didominasi oleh makro alga seperti Sargassum dan
Turbinaria turbinata
3. Tutupan alga crustose, tutupan karang, dan gorgonian menurun drastis
4.  Meski bulu babi ini menghilang dari lokasi, ternyata kompetitornya yang sesama
pemakan turf  alge, tidak menunjukkan penambahan populasi yang berarti. Sebaliknya
justru, populasi alga semakin meningkat. Peningkatan populasi kompetitor Diadema
baru berarti setelah beberapa tahun dari kematian massal (tahun 1990-an)

PERA N Diadema antillarum bagi terumbu karang
’  Jika populasi jenis ini meningkat Æ dapat berakibat kematian larva atau karang
muda
’  Jika populasi turun (absence grazing) Æ karang akan ditumbuhi oleh alga yang
berakibat kematian karang dew asa dan tidak adanya tempat bagi larva karang
’  Maka kehadiran populasi jenis ini penting bagi terumbu karang sebagai
penyeimbang, KESETIMBANGAN POPULASI Diadema antillarum  AKAN
MENJAGA KESETIMBANGAN POPULASI ALGA DAN KARANG

AKIBAT KEMATIAN MASSAL Diadema antillarum  TERHADAP TERUMBU KARANG: 
’  Tutupan karang menurun drastis
’  Invertebrata yang biasanya menetap, kehadirannya juga menurun 
’  DARI TERUMBU KARANG Æ menjadi TERUMBU YANG DIDOMINASI OLEH
ALGA

Di tahun 1995 dilakukan survei yang menemukan :
’  Dijumpai Diadema antillarum tapi sangat sedikit (pemulihan membutuhkan w aktu
> 10 tahun). Hilangnya induk menyebabkan jumlah larva juga sangat kurang.
’  Meski mulai ada pemulihan Diadema, namun belum dapat diketahui apakah akan
mengembalikan terumbu karang yang hilang.  14

Sumber:

Carpenter, R.C. Invertebrate Predators and Grazers. 2001. Dalam: Birkeland, C. (ed.) 2001.
Life and Death of Coral Reefs. Chapman & Hall, New  York: 198-229.
 Glynn, P.W. 2001. bioerosion and coral-Reef  Grow th: A Dinamic Balance. Dalam: Birkeland, C.
(ed.) 2001. Life and Death of Coral Reefs. Chapman & Hall, New  York: 68-95.
Mojetta, A. 1995. The Barrier Reefs. A Guide to The World of Corals. A.A. Gaddis & Sons,
Egypt: 168 hlm.
Muller-Parker, G. dan C.F. D’Elia. 2001. Interaction Betw een Corals and Their Symbiotic Algae.
Dalam: Birkeland, C. (ed.) 2001. Life and Death of Coral Reefs. Chapman & Hall, New 
York: 96-113.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. dari  Marine Biology: An
Ecological Approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, & S.
Sukardjo. 1992. dari. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: xv+459 hlm.
Richmond, R.H. 2001. Reproduction and Recruitment in Corals: Critical Links in the Persistence
of  Reefs. Dalam: Birkeland, C. (ed.) 2001. Life and Death of Coral Reefs. Chapman &
Hall, New  York: 175-197.
Robin, B., C. Petron, & C. Rives. 1981. Living Corals. Les Edition Du Pacif ique, (?): 144 hlm.
Tackett, D.N. & L. Tackett. 2002. Reef Life: Natural History and Behaviors of Marine Fishes and
Invertebrates. T.F.H. Publications, Inc., New  Jersey: 224 hlm.
Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji, & M.K. Moosa. 1997. The Ecology of  the Indonesian Seas,
Part One. Periplus Edition, (?): xiv + 642 hlm.
Wood, E.M. 1983. Reefs of the World. Biology and Field Guide. T.T.H. Publications, Inc., LTD,
Hongkong: 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar